Rabu, 17 September 2014

Proses, untuk Proses

Meskipun kami adalah Badan Kegiatan Mahasiswa yang berada di bawah naungan Fakultas Psikologi UGM, tidak selalu tiap kegiatan kami didanai oleh Fakultas. Oleh karenanya, seringkali, dengan sumber daya manusia seadanya, kami menerima tawaran job dari luar, yang kadang-kadang berimbal fresh money. Yah, hitung-hitung untuk memperbesar nominal uang kas, yang nantinya bisa memperlancar gestur-merogoh-kocek kami, dalam berkesenian.

Berangkat dari tawaran-tawaran yang ada, kami juga mencoba untuk terus meningkatkan kualitas diri. Karena saya berasumsi kami dicari karena kami bisa, maka dari itu, kami tidak boleh bercanda. Bagi kami semua adalah proses. Dengan atau tanpa kontraprestasi, semua pasti ada manfaatnya untuk pengembangan diri dan organisasi.

Sejauh ini, tawaran job yang datang cukup bervariasi. Seringnya adalah permintaan untuk tim musik kami. Pernah diminta untuk main di acara seminar tingkat internasional, pernah juga main menghibur adik-adik pasien di rumah sakit. Pernah diminta main untuk ngisi wisudaan kampus, juga beberapa kali main di pernikahan. Pernah main di reunian, pernah juga main di acara syawalan. Selain musik, terkadang tim tari dan teater juga bisa dapat tawaran. Pernah jadi mime untuk gerakan sosial, pernah juga jadi simbolisasi teatrikal untuk pengumuman juara lomba tingkat nasional. Pernah juga jadi aksi pembuka dan penutup acara turnamen olahraga.

Konsep penerimaan job ini barangkali juga bisa ditilik keberangkatannya dari kondisi administrasi pementasan yang kurang-lebih agak hobi defisit. Maka dari itu, hepeng kami putar. Berproses, untuk berproses lebih jauh lagi.

"Semua itu proses," pukas seorang kakak yang masih memikirkan kami.

dari melakukan yang seperti ini..

kami bisa buat yang seperti ini...

Semua ini tanpa ada niat sedikitpun mengurangi apa yang menjadi tujuan kami: menjadi wadah kreasi. Serta menjadi doa agar kami selalu ingat akan kami.
Kalau boleh, tulisan ini saya tutup dengan mengutip lirik salah satu lagu Slank, 'Mars Slankers':

Disini tempat cari senang
Salah tempat kalau kau cari uang
Disini orang-orang penuh kreativitas
Tempat orang-orang yang survive

Seks dalam Karya itu Bagus; or is it just Me?

Seks bisa jadi adalah sebuah kata yang dianggap saru sampai "menyeramkan" bahkan untuk orang-orang yang sudah layak disebut dewasa seperti para mahasiswa. Banyak teman-teman di sekitar saya yang menganggap seks adalah sesuatu yang tabu untuk dibicarakan apalagi diangkat kedalam sebuah karya seperti pementasan ataupun film. Lewat sebuah opini yang saya masih kurang bisa pahami, banyak dari mereka mengatakan bahwa seks tidak atau kurang pantas disajikan dalam karya khususnya bila terlalu vulgar. Saya setuju jika seks yang nyata memang tidak kurang pantas dipertontonkan tapi bukankah yang dipertontonkan dalam karya tersebut bukanlah orang yang sungguh-sungguh berhubungan seks? 

Blue is the Warmest Color film lesbian dengan sebuah adegan seks sekitar 8 menit
Belum lagi jika kita bicara masalah seksual yang (dianggap) menyimpang seperti berbagai bentuk fetish dan disorder lainnya seperti incest dan lain-lain. Yang saya tangkap justru banyak dari mereka termasuk yang berkuliah di fakultas psikologi menganggap semua itu sebagai hal gila, menjijikkan, tidak pantas diangkat bahkan sampai menutup mata akan keberadaan hal-hal tersebut. Padahal bukankah semua itu harusnya menjadi pekerjaan dan makanan sehari-hari mahasiswa di fakultas yang menjunjung individual differences dan humanisme itu? Ada juga yang bersuara budaya ketimuran kita ini tidak pantas dipertontonkan hal semacam itu? Ya, semua itulah yang pada akhirnya berujung ketidak tahuan dan kebodohan kita semua terhadap hal-hal berbau disorientasi seksual. 

Padahal sebutan "disorientasi" yang mereka katakan itu artinya adalah sesuatu yang abnormal, dan sesuatu yang tidak normal/penyakit bukankah seharusnya disembuhkan? Bagaimana bisa menyembuhkan sesuatu yang tidak kita ketahui apa? Yang pada akhirnya sering terjadi adalah para pemilik fetish dan disorder itu dianggap sebagai orang aneh dan menjijikkan.... bahkan oleh psikolog/calon psikolog yang seharusnya menolong mereka (kalau memang mereka memang harus ditolong).

Nymphomaniac, film tentang perempuan dengan adiksi seksual yang bagai rangkuman jurnal tentang sexual disorder
Banyak yang terlalu takut mendapat cap "saru" dan "gila" sehingga tidak berani mengangkat hal-hal berbau seksual. Banyak dari mereka yang takut mendapat cap itu adalah orang yang selalu rutin berangkat kuliah, mengerjakan tugas dan menekuni akademis dengan baik...dan aneh memang jika mereka takut mendapat cap sebagai ganti memberikan edukasi dan berpendapat secara bebas. Apakah itu bodoh? Mungkin saja, tapi yang pasti bagi saya ketakutan itu turut memberi kontribusi dalam "pembodohan" masyarakat. Lalu jika bicara tentang seks dalam karya, bagi saya asalkan karya itu tidak dibuat hanya untuk memancing birahi penikmatnya semacam porno, maka tidak masalah walaupun sevulgar apapun. Jika nantinya ada yang terangsang itu tidak apa-apa, asalkan apa yang ingin kita sampaikan diterima dengan baik oleh penonton. Misalkan kita ingin menunjukkan seorang yang depresi dan melampiaskannya lewat seks. Jika adegan seksnya membuat penonton terangsang tapi mereka bisa merasakan sisi depresi sang karakter, maka itu sah-sah saja dan karya kita artinya berhasil. 

Moebius, film dengan seks dan incest yang mengeksplorasi disfungi kelaurga dan depresi dalam tingkatan ekstrim
Saya tidak terangsang atau setidaknya melupakan rangsangan seksual yang saya dapat saat menonton film-film vulgar seperti Shame, Blue is the Warmest Color, Nymphomaniac atau Moebius karena segala pesan dan konten cerita yang disampaikan para sutradara berhasil sampai dan "mengalahkan" segala rangsangan seksualnya. Jika ada yang tertinggal itu adalah hasrat kuat yang ditunjukkan oleh karakter dalam film-film tersebut dan bukannya sekedar "adegan seksnya hot ya". Seks merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, bahkan hasrat dalam psikologi merupakan salah satu pondasi dasar cinta, jadi mengapa tidak mau mengangkat sesuatu yang sangat alamiah bagi kita? Masih banyak lagi yang ingin saya sampaikan mengenai "Seks dalam Karya" tapi rasanya akan terlalu panjang, silahkan temui saya di bilik KRST jika ingin ada yang ingin didiskusikan panjang lebar tentang itu, saya akan amat sangat senang mendapat teman bicara tentunya. Kesimpulannya, seks dalam karya itu bagus, asalkan tidak sekedar mengumbar adegan erotis dan sensual tanpa tujuan....or is it just me?

(Rasyid R. Harry)

Selasa, 26 Agustus 2014

Kontribusi KRST dalam HALO PRK 2014

Tahun ini mahasiswa Psikologi UGM memiliki ide ‘liar’ dalam melaksanakan ospek fakultas. Kegiatan yang salah satu tujuannya adalah menyambut mahasiswa baru (maba) ini kita sebut PRK (Psikologi Rumah Kita). Tahun ini, KRST mendapat kehormatan untuk berkontribusi secara langsung dalam konsep baru yang diusung panitia ospek. KRST ditunjuk untuk membuat sebuah jingle untuk PRK yang nantinya akan dinyanyikan oleh para maba sebagai lagu tema dari keseluruhan acara ospek dan juga sebagai cerminan tujuan PRK tahun ini.

Akhirnya tim perumus jingle pun disusun, dan terdiri dari Vikra, Aga, Rifki, Tunggul, Bella, dan Nisa. Prosesnya cukup simple tapi hasilnya bisa kami banggakan. Vikra, Aga, Rifki dan Tunggul berproses di bagian aransemen musik, sedangkan Nisa bertanggung jawab dalam membuat gerakan, dibantu oleh Bella, yang juga berkontribusi besar dalam pembuatan lirik.

Berdasarkan arahan dari panitia PRK, kami hanya membuat 3/4 dari keseluruhan lirik. Kami sengaja mengosongkan bait ketiga untuk nantinya diisi lirik dan gerakannya oleh para maba.

Buat kamu yang penasaran seperti apa hasilnya, bisa langsung di cek disini atau bisa tonton video yang kami buat untuk maba di bawah ini:


Nah, yang menarik dari proses ini adalah kegiatan kami ketika hari H, yaitu pada tanggal 20-21 Agustus. Kami kira awalnya kami cukup membuat lagu dan merekamnya lalu nanti ketika PRK akan playback saja. Semacam acara Dahsy*t. Ternyata panitia meminta kami untuk mengiringi para maba bernyanyi dan menari secara langsung. Langsung. Dengan musik live. Itu artinya kami harus standby di kampus dari pukul 05.00 pagi, selama 2 hari berturut-turut. Karena sebagian besar dari kami sadar diri akan kelemahan dalam bangun pagi, kami memutuskan untuk menginap di kampus.

Akhirnya selama 2 hari berturut-turut, kami tidur berempat (Vikra, Aga, Rifky, Tunggul) di Bilik yang kecil nan hangat, lalu bangun jam 4 pagi, lalu mandi bergantian, lalu angkat-angkat satu set drum, 3 ampli, gitar, bass, 2 preamp, dan kibord, lalu checksound, lalu standby menunggu maba datang. Terimakasih sebelumnya kepada Afif yang bertindak sebagai manajer yang selalu turut hadir tiap pagi dengan aqua dan roti. Sangat membnantu.

Biasanya kami mulai main sekitar pukul 7 pagi. Ini lucu, sebab dimana fakultas lain membuka ospeknya dengan upacara dan sebagainya, kami membuka ospek dengan band-band-an. Sangar.

Yang membuat kami cukup puas dengan proses satu ini ialah respon positif yang datang berbondong-bondong dari berbagai kalangan. Testimoni seperti "wah jinglenya bagus banget", "musiknya asik!", "keren!" cukup akrab kami dengar. Bahkan di hari pertama kami memainkan jingle tersebut, Pak Rahmat selaku Wakil Dekan bidang Aset dan Pengembangan terlihat ikut manggut-manggut mengikuti beat dari musik yang kami mainkan. Dan juga Pak Naryo selaku protokoler fakultas, ikut mengabadikan kami dengan video kameranya. Setelahnya baru kami tahu bahwa para dosen dan staf sangat mendukung budaya ini dan khususnya menyukai jingle-nya.
Bahkan kami juga sempat diliput oleh surat kabar kampus lho..

Kami sih Alhamdulillah. Semoga kedepannya proses KRST makin dilancarkan. Amin!

sibuk mengakali agar suara drum tetap gahar dimainkan di hadapan dedek-dedek maba

KRST edisi pagi. Langka.

siap menggoyang dedek-dedek

check-sound tengah malam di kampus, demi performa maksimal

dedek-dedek yang sukses kami 'goyang'

Minggu, 24 Agustus 2014

(Bukan) Tugas Kenegaraan

Pada hari Minggu, 17 Agustus 2014 kemarin, KRST kembali diundang Intelektualita Luar biasa kan bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, tapi sayangnya bukan untuk tugas kenegaraan, melainkan menjadi pengisi acara halal bi halal berkat hasil promosi salah satu dedengkot kita, Mas Henri Arkan atau lebih dikenal dengan panggilan Mas Hengheng. Acara ini dilaksanakan di Pondok Puspita di daerah Alun-Alun Kidul. Kali ini Vikra (keyboard), Endi (bass), Aris (gitar), Tunggul (kajon), Monic, dan Ovin (vocal) yang siap membawakan lagu-lagu era 90-an.

Lebih dari 30 lagu sudah disiapkan semenjak H-1 nge-job. Kostum merah untuk vokalis diusung supaya semangat kemerdekaan dan suasana hangat dapat terbangun. Pukul 08.00 para personil sudah bersiap di kampus, pukul 10.30 cuss, dan pukul 11.00 sudah ready to perform di venue yang berumput. Karena diadakan di taman terbuka jadi semacam garden party gitu, suasana pepohonan rindang dan sepoi angin menemani alunan lagu yang dimainkan. Halal bi halal ini dihadiri oleh kira-kira 40 orang. Tidak sedikit hadirin yang ikut bernyanyi bersama sembari menikmati santap siang. Acara ini juga dimeriahkan oleh open mic dari MC dan pembagian doorprize unik. Beberapa personil kita ada yang dapet sabun sama keset lho. Hahaa… Tuan rumah puas, kita senang. Salah satu pengalaman yang seru, Fams! Pokoknya always enjoy what you do and you’ll be happy then. Salam masuk akal! J

bu monica terpantau sedang memberi arahan sebelum manggung,
"jadi tuh entar gas pol aja!!"

cek mental sebelum pergi manggung. sepertinya tidak sehat.

sedikit selfie sebelum genjreng!

garden party

-Ovin Safitri-

Senin, 16 Juni 2014

Sudah Rapih, Monggo Diberantakkin Lagi..

Bilik. Begitulah kami menyebut ruangan sempit penuh suka duka di ujung selatan gedung F, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Sleman. 

dalam bilik. 2012.
Kenapa disebut Bilik? Biasanya orang lain akan menyebutnya Sekret, Markas, dsb.
Mungkin bisa dibahas di lain kesempatan.
Buat beberapa dari kami-kami ini, Bilik ya Bilik. Bilik KRST.
Mbilik--kata kerja; sejatinya melakukan sesuatu yang berhubungan dengan Bilik KRST--menjadi sebuah proses tersendiri dalam pembentukkan atau pematangan rasa memiliki saya, kamu, dia, mereka, kami, dan kita untuk berkeluarga dan berkesenian.

Dulu banyak kakak-kakak senior yang bilang, "biarin bilik berantakkan. Artinya orang-orang didalamnya berproses."
Faktanya memang itu terjadi. Tiap sehabis pentas atau acara apapun yang diadakan KRST, esoknya Bilik pasti sudah jadi semacam kapal pecah. Bekas-bekas properti pentas yang tak tentu mau diapakan, peletakkan lampu dan alat musik yang 'asal nempatin', sehingga tak ada lagi ruang untuk sekedar duduk bersila. Yah, meskipun hal ini tidak menghentikan kreativitas anak-anak Bilik untuk geser-sana-geser-sini hingga akhirnya ruang untuk tengkurap di atas karpet sambil mainan laptop pun tercipta. Dahsyat.

Belum lama ini kami mengadakan pentas produksi #3 dengan judul naskah 'SchizophreNIA'. Alhamdulillah pentasnya berjalan lancar (cerita lebih lanjut di lain kesempatan). Dan seperti biasa, seolah seperti budaya luhur yang sudah mengakar jauh, barang-barang keperluan pentas tertata secara brutal didalam ruangan sempit itu. 

Bilik berantakkan.
Artinya orang-orang didalamnya berproses.

Kepuasan pasca pentas sulit untuk dibilas bersih. Senyum kecil di ujung bibir ditemani rasa bangga dalam hati kadang masih muncul tanpa perlu dinanti.


dalam bilik. pasca-pasca-pentas. 2014
Sekarang Biliknya sudah kami rapihkan lagi. Dan jangan takut. Kami siap mengulang lagi.
Monggo berproses lagi. Monggo diberantakkin lagi.

Salam.
Monggo dinikmati sedikit rekam peristiwa mbilik.


mas erwin dan kembarannya. didepan bilik.

mas buldan setelah sekian lama di negeri paman sam. kembali menggenjreng. didalam bilik.

wisuda kokoh. didepan bilik

latihan menuju pentas 'aa ii uu'. didepan bilik.

ya begitulah. didepan bilik.

lebih baik tidak dikomentari. didalam bilik.

proses mempercantik diri. didepan bilik.

wisuda mas putra. didepan bilik.

corat-coret kusen bilik.

proses perapihan.

proses perapihan yang menyimpang.

didalam bilik. semacam warnet. 

sarang penyamun. didepan bilik.