Salah satu pertanyaan yang paling sering muncul terkait sebuah film adalah "bagus nggak?" Tentu jawaban yang muncul akan beragam, tergantung sudut pandang mana yang dipakai oleh penonton. Tapi adakah pakem standar yang bisa digunakan untuk menilai suatu film secara general?
Saya jawab: tidak ada. Argumen umum tentang seperti apa film bagus seringkali meliputi akting bagus, naskah kuat, sampai gambar oke. Tapi benarkah semua itu ukuran baku? Sebagai contoh, mari menuju perbandingan antara The Evil Dead (1981) dengan The Woman in Black (2012). Secara teknis termasuk sinematografi, film kedua jauh lebih unggul. Secara cerita pun lebih berbobot karena hadirnya latar belakang karakter dan sebagainya. Teknik makeup pun sama, karena film pertama punya riasan murah yang sangat buruk. Belum lagi bicara akting. Daniel Radcliffe jelas jauh di atas Bruce Campbell yang overacting. Tapi disaat The Evil Dead dianggap sebagai salah satu film horror terbaik sepanjang masa, kenapa The Woman in Black justru direspon biasa saja?
kebodohan menyenangkan |
Karena tujuan horor adalah memberikan tontonan seram. Percuma horor digarap bagus tapi tidak menyeramkan. Hal yang sama berlaku di genre lain, seperti komedi yang penting lucu, tidak peduli sebodoh apa cerita dan seburuk apa aktingnya. Semua film punya tujuan masing-masing. Saya sendiri lebih suka film yang berkonsentrasi pada cerita lewat kesederhanaan bertutur seperti Boyhood, tapi bukan berarti film super bodoh murahan macam Poultrygeist: Night of the Chicken Dead atau Tokyo Gore Police langsung saya cap "jelek" karena tidak memenuhi standar naskah dan akting bagus. Justru saya suka film yang punya tujuan jelas, bersenang-senang, dan tidak coba sok pintar seperti itu. Tanpa perlu malu, tanpa perlu takut dicap berselera film jelek.
like Joker said, "why so serious?" |
Perdebatan lain yang cukup mengesalkan bagi saya berkaitan dengan film superhero. Sudah banyak orang termasuk beberapa teman yang menyatakan anti terhadap film superhero khususnya sajian ringan dari Marvel. Alasan utamanya seringkali karena cerita ringan sampai banyaknya komedi yang dianggap sebagai suatu hal buruk. Jika bicara film superhero, banyak dari mereka lebih memilih penggarapan ala Nolan dalam trilogi The Dark Knight yang gelap dan mengutamakan kesan realistis. The Dark Knight memang film superhero terbaik, tapi bukan berarti semua film superhero harus seperti itu, dan bukan berarti film ringan dari Marvel itu jelek. Lihat Man of Steel. Berkesan realistis dengan tone serius. Bandingkan dengan Guardians of the Galaxy yang menebarkan lelucon dimana-mana, cerita sederhana, bahkan tidak banyak eksplorasi latar belakang karakter disitu. Apa nakah Man of Steel lebih bagus? Hell, no!
one of the best superhero movie of all time |
MoS naskahnya (bagi saya) dipenuhi dialog kosong, karakter seolah dalam tapi sebenarnya tidak dan terasa jauh dengan penonton, sampai cerita bodoh yang coba ditutupi oleh suasana gelap supaya terkesan pintar. Tidak mau mengakui kebodohannya, begitulah MoS. Sedangkan GotG punya dialog berisikan lelucon cerdas penuh referensi tanpa batas, interaksi karakter yang begitu hidup sehingga meski minim latar belakang, mudah bagi penonton mencintai tokohnya. Tapi yang paling penting, film ini sadar bahwa ceritanya tipis dan bodoh. Tanpa berusaha sok pintar/sok serius, film ini sadar diri dengan cara menertawakan diri sendiri. Itu pintar. Bahkan kalau mau merujuk opini kritikus film Amerika, dari 287 orang hanya 55% memberikan penilaian positif pada MoS. Sebaliknya, dari 258 kritikus 91% menilai positif GotG. Bahkan film itu mendapat dua nominasi Oscar tahun ini (Best Visual Effect & Best Makeup and Hairstyling). Tentu hal itu bukan panutan utama tentang mana yang lebih bagus, tapi salah satu bukti tentang anggapan "film superhero yang kelam lebih bagus" tidak selalu benar.
Andrei Tarkovsky |
Tapi pada akhirnya film merupakan bentuk karya yang sangat subjektif. Tergantung selera masing-masing penonton. Saya sendiri tidak suka Blade Runner (2 dari 5 bintang), film yang dianggap salah satu sci-fi terbaik sepanjang masa. Tidak ada patokan utama, bahkan Oscar sekalipun yang makin kesini lebih cocok dianggap pertarungan marketing dan politisasi film daripada kualitas (akan saya bahas nanti). Jangan merasa selera anda bagus hanya dengan membenci film-film ringan, apalagi jika bukan penikmat sajian art house karya orang-orang seperti Andrei Tarkovsky, Hong Sang-soo, Abbas Kiarostami, dan lain-lain. Tidak ada seseorang dengan selera film lebih bagus dari orang lain. Tidak ada yang namanya memperbaiki kualitas selera yang ada hanya memperluas selera. Caranya mudah. Tontonlah film bertipe apapun, genre apapun, dari negara manapun, dengan cerita apapun. Ada ratusan juta bahkan mungkin milyaran film di seluruh dunia. Menonton tanpa pilih-pilih, dan keindahan sinema akan kita temukan tanpa henti.
Rasyid R. Harry
(tulisan juga dimuat di: movfreak.blogspot.com)
Manteb,...
BalasHapusSepaham, bahwa "...film merupakan bentuk karya yang sangat subjektif. Tergantung selera masing-masing penonton..."
bila berani lebih dalam lagi untuk melihat film selain dari Teknis Sinematografinya? misalnya dari dinamika Psikologisnya ? dari Ideologinya ? dari Makna-makna Simboliknya?
akan lebih jelas "kepentingan" yang melatar-belakanginya, baik dari sisi Pembuat maupun dari sisi Penikmat,..
dan
Subyektifitas nya makin Kentara....
Salut utk Mas Rasyid......
*menjura